Oleh M Yudhie Haryono
Direktur Eksekutif
Nusantara Centre
Di Indonesia, setiap presiden, gubernur, bupati/walikota, camat
dan kepala desa kebanyakan kalau membangun jalan sering tanpa selokan dan got.
Akibatnya kalau hujan, jalan itu berubah jadi sungai. Banjir dan macet. Ini
terjadi di kota mana saja dan kapan saja. Tidak pandang bulu dan agama.
Aku tidak tahu mereka dulu sekolah di mana dan belajar apa. Kok
saat berkuasa jadi pekok dan jahil.
Taukah kalian bahwa got-got di ibu kota hanya warisan penjajah
kumpeni Belanda? Bayangkan! Penjajah saja masih
mikir. Lah, ini pejabat pribumi maupun aseng kok sama-sama sontoloyo?
Maka saat hujan aku hanya bisa berpuisi. Deras. Duhai kasih.
Hujan sore bagai air mataku. Selama ini. Kalah oleh sunyi. Semilyar tahun
tanpamu. Tanpa rindumu. Banjir. Di sana sini akanmu bak butiran air hujan.
Di kiri kanan rumahku. Hujan kini. Ia membasahi tubuhku yang
ringkih tertelan batuk dimakan flu. Hingga aku tak bisa meraba membeda antara
air mata dan air hujan. Antara rindu dan kesepian. Selalu saja. Aku masih
bertanya. Mengapa engkau yang kurindukan. Dan, mengapa engkau tak
merindukanku.(*)
Post A Comment:
0 comments: