Oleh M Yudhie Haryono
Direktur Eksekutif Nusantara Centre
Engkau mewiridkan namanya
seakan-akan tak ada agensi lain yang layak dilafalkan. Engkau menipu diri
sendiri dan sesama manusia yang diajak bicara. Engkau menyebutnya sebagai manusia
sempurna: cerdas, indah, tajir dan cerah. Maka, ada yang tak beres dalam logika
kehidupan jika tak ingin dijujurkan.
Takdir yang ditolak, dukun bertindak. Kehidupan yang
tak semarak, dunia retak-retak. Di negeri yang penuh agensi tipu-tipu dan minus
kejujuran, aku hanya bisa berucap, "We come to love not by finding a
perfect person but by learning to see an imperfect person perfectly."
Mental yang terbelah; kurikulum yang lacur; situasi yang
tak bersahabat; tradisi saling telikung; zaman edan; warisan begundal kolonial
dan lainnya adalah pembuat agensi-agensi tak mengenali dirinya. Roboh tiangnya
ketika kejujuran tak menjadi ruhnya. Repotnya, knp itu menimpamu? Aikh...tanya
kenapa!
Engkau adalah penjumlah luka. Yang luka lamanya
belum sembuh karena sejumlah duka. Engkau adalah kolektor dendam. Yang dendam
lamanya belum tertikam di dasar lautan. Praksis hidupmu menghancurkan seluruh
teori di lumbung-lumbung pengetahuan. Karena itu, sulit dinujum siapa korban
terakhirmu.
Aku sadar. Sesadar-sadarnya. Semenjak mengenalmu,
setiap hari adalah hari belajar dan setiap tempat adalah tempat bergurau.
Sayangnya engkau menolak terlibat dan hadir. Malas menjawab. Maka, tak ada
gincu dan tak tersedia bibir.
Sepotong hati jika hancur dan sepiring jantung jika
lebur, biarlah waktu yang mengubur. Tak ada percakapan berkualitas, sebab kita
tak pantas saling berdiskusi. Buku-buku jadi mubazir.
Dengar rintih laraku. Saat kutidurpun yang kupanggil
namamu. Nama baru. Mukjizat yang azimat. Kasih. Kini hujan air mata kebahagiaan
sekaligus kesedihan. Bahagia yang tak terjelaskan; sedih yang tak terbantahkan.
Maka ia menjadi saat baik tahajud. Ingatkah engkau kasih. Saat para romo
berkeluh, "wahai Tuhan. Jika semua saling menipu, kami harus bagaimana?
Wahai hantu. Saat semua saling mengkafirkan, apa
makna tuhan? Wahai hutan. Ketika tak ada maka ada di mana? Wahai nasib. Selalu
sujudku tak berujung waktu."
Merindukan kalian kini adalah mengingat Ali bin Abi
Thalib yang berkata, "jadilah seperti akar yang tak terlihat, tapi tetap
menyokong kehidupan. Jadilah seperti jantung yang tak terlihat, tapi terus
berdenyut setiap hari setiap saat hingga membuat kita terus hidup sampai batas
waktu berhenti."
Walau begitu. Walau engkau bukan Tuhan. Aku titip
anak-anakku. Sebab umurku tak akan panjang. Titip mereka yang menyembah Tuhan
dengan lapang. Maafkan aku yang kurang-kurang.
Walau begitu. Walau engkau bukam hutan. Aku tetap
merindukanmu seperti rindu honda pada yamaha. Aku mencintaimu seperti cinta
sepeda pada penunggangnya. Walau begitu. Walau engkau bukan hantu. Aku
membencimu seperti benci kpk sama pencuri. Aku jijik padamu seperti jijiknya
kebenaran pada kesalahan.
Kini, mari bekerja dan ceria, semoga Tuhan
memberkati kita semua seterusnya. Amin.(*)
Post A Comment:
0 comments: