![]() |
Ilustrasi |
Selama ini masih banyak umat Islam berpuasa hanya sekadar
menjalankan ritual tahunan. Dibandingkan dengan ibadah mahzah lain seperti
puasa, zakat dan haji, puasa menjadi satu-satunya ibadah yang “menjebak”.
Mengapa? Kita dilarang makan, minum, bersetubuh, namun Nabi Muhammad Saw
memberi rambu-rambu lewat hadisnya bahwa banyak orang berpuasa yang hasilnya
hanya lapar dan dahaga.
Dalam konteks
tasawuf, tingkat ibadah itu hanya sekadar syariat dan masih sedikit umat Islam
yang menggapai makrifat puasa. Puasa hanya dimaknai di wilayah lahiriyah,
padahal puasa adalah jalan penyucian, bahkan menjadi penggemblengan lahir batin
untuk menjadi pribadi yang fitri.
Parahnya lagi, penjelasan puasa di lembaga pendidikan
hanya berkutat pada definisi yang dangkal. Puasa diajarkan kepada anak didik
sebagai ibadah yang dijalankan dengan “tidak makan dan tidak minum” dalam waktu
tertentu. Padahal, puasa hanya “memindah jam makan dan minum” saja.
Definisi seperti ini menjadikan anak-anak “takut” dan
merasa puasa itu hanya puasa perut. Padahal, puasa Ramadan adalah puasa
segalanya, mulai dari perut, syahwat, mata, telinga, mulut dan semua panca
indera kita dari hal-hal buruk. Puasa juga mengajak manusia untuk menjaga hati
dan pikiran dari kotoran.
Jalan Penyucian
Puasa yang paling rendah derajatnya adalah puasa perut.
Sebab, banyak orang berpuasa hanya mendapatkan lapar dan dahaga. Nabi Muhammad
Saw pernah bersabda yang artinya “Berapa
banyak orang yang berpuasa
Dalam konteks ibadah, puasa tidak hanya menjadi metode
dakwah, namun juga metode dan tarekat untuk mencapai makrifat. Ia berbeda
dengan ibadah mahzah lain seperti salat, zakat dan haji. Sebab, puasa atau
tidak, hanya kita dan Tuhan yang tahu. Di sinilah keunikan puasa karena ia
menjadi metode batin untuk menjaga kesucian.
Puasa juga menjadi metode para sufi untuk mencapai
taubat. Sebab, tobat yang sungguh-sungguh akan melahirkan penemuan pada esensi
ilahi dalam perasaan, pikiran dan perbuatan (Rosyidi, 2004: 104).
Islam pun menyeru umatnya untuk bertaubat memelihara
kesucian diri. Seperti firman Allah yang artinya “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang banyak bertaubat dan
memelihara kesucian dirinya” (QS. Albaqarah, 2:222).
Post A Comment:
0 comments: