![]() |
Ilustrasi |
Plt. Kepala Perwakilan Ombudsman Jawa Tengah, Sabarudin Hulu menjelaskan pada tahun 2017, Ombudsman tidak lagi menilai entitas penyelenggara pelayanan publik yang sebelumnya telah masuk dalam zona hijau.
"Di daerah Provinsi Jawa Tengah, penilaian terfokus pada Pemerintah Daerah dan Instansi vertikal yang sebelumnya masih berada dalam zona kuning, meliputi Kabupaten Batang, Kabupaten Kudus dan Kota Salatiga. Ditambah dengan Kota Surakarta, Kabupaten Temanggung dan Kabupaten Banyumas yang sebelumnya masuk dalam wilayah kerja Ombudsman D. I. Yogyakarta dan telah kembali menjadi wilayah kerja Ombudsman Jawa Tengah,” katanya dalam siaran pers yang diterima Koranpati.com, Jumat (8/12/2017).
Hasil Penilaian Kepatuhan diklasifikasi menggunakan traffic light system yakni zona merah, zona kuning dan zona hijau. Klasifikasi warna ini menunjukkan tingkat kepatuhan penyelenggara layanan terhadap standar pelayanan dari rendah hingga tinggi. “Seluruh Pemerintah Daerah di Jawa Tengah yang menjadi objek penilaian masuk dalam zona kuning. Kabupaten Batang, Kudus, dan Temanggung menurun nilai kepatuhannya. Sementara Kabupaten Banyumas, Kota Surakarta dan Kota Salatiga mengalami peningkatan nilai, meskipun masih dalam zona kuning," jelas Sabarudin.
Ombudsman meneliti dan menilai komponen standar pelayanan publik dalam sejumlah produk layanan pada setiap bidang. Bidang Pelayanan yang menjadi objek penilaian meliputi Bidang Administrasi Kependudukan dan Catatan Sipil, Bidang Kesehatan, Bidang Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah, Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, Bidang Sosial, Bidang Penanaman Modal, Bidang Pendidikan, Bidang Perdagangan, Bidang Perhubungan, Bidang Perindustrian, Bidang Pertanian, Bidang Tenaga Kerja, Bidang Lingkungan Hidup, dan Bidang Pariwisata.
Indikator penilaian berfokus pada atribut standar layanan yang wajib disediakan pada setiap unit pelayanan publik sesuai Undang-Undang 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Atribut ini seperti standing banner, brosur, booklet, pamflet, media elektronik, dan sebagainya yang terpasang dan terlihat di ruang pelayanan sebagai transparansi informasi pelayanan bagi masyarakat. Menurut Sabarudin, atribut Standar Pelayanan memudahkan masyarakat luas dalam mengakses dan mendapatkan pelayanan. Ketidaktersediaan atribut Standar Pelayanan berpotensi menimbulkan maladministrasi yang juga dapat menjurus kepada praktik korupsi.
“Berdasarkan hasil survei Ombudsman, komponen standar pelayanan publik yang paling sering dilanggar terutama berkaitan dengan hak kelompok disabilitas mendapatkan akses dan fasilitas yang mudah dan layak, serta hak pengguna layanan untuk menilai penyelenggara layanan melalui alat pengukuran kepuasan pelanggan,” tutup Sabarudin. (KP33/hms).
Post A Comment:
0 comments: