![]() |
Ilustrasi: ResearchGate |
Dunia kesehatan
telah memasuki babak baru dengan paradigma yang baru pula, khususnya dunia
kefarmasian dalam melaksanakan pharmaceutical
care (pelayanan kefarmasian). Dahulu
profesi apoteker hanya berfokus pada pelayanan obat “drug oriented” sedangkan saat ini profesi apoteker dituntut
memberikan pelayanan kefarmasian yang berfokus pada pasien yang dikenal dengan “patient oriented”. Pergeseran paradigma
dari drug oriented ke patient oriented membuat pekerjaan apoteker
yang semula hanya berada di belakang layar menjadi sebuah profesi yang langsung
bersentuhan dengan pasien. Sehingga pekerjaan apoteker tidak hanya meracik obat
dan menyerahkan obat kepada pasien, tetapi bertanggung jawab langsung terkait
terapi yang akan diberikan kepada pasien.
Patient oriented sendiri
sudah diterapkan di banyak negara, contohnya negara Singapura dan Malaysia.
Banyak warga Indonesia yang mampu dari segi finansial, lebih mempercayakan
pelayanan kesehatannya ke negara tetangga kita tersebut dibandingkan di negeri
sendiri. Hal itu dikarenakan pelayanan yang diberikan lebih baik, yaitu
pelayanan yang berfokus pada pasien, termasuk dalam hal penggunaan obat-obatan. Di
Inggris, Australia, Eropa, dan Amerika Serikat, ada banyak sekali pengembangan
model perawatan yang berfokus pada patient
oriented. Gaji apoteker paling tinggi berada di negara Amerika, Swiss,
Kanada, Inggris, dan Jerman. Di negara-negara tersebut, sebagian besar warganya
lebih percaya terhadap apoteker dibandingkan tenaga kesehatan lainnya.
Pelayanan kefarmasian di sana mengedepankan keselamatan atau kesembuhan pasien
(patient oriented). Bagaimana
penerapan patient oriented di
Indonesia?.
Indonesia Sehat
di tahun 2025 merupakan rencana pembangunan jangka panjang di bidang kesehatan
(RPJPK) pada tahun 2005-2025. Program pemerintah tersebut bertujuan untuk
menjadikan masyarakat yang terhindar dari penyakit serta memiliki kesehatan
yang baik dan memiliki kartu jaminan sehat. Dalam menghadapi Indonesia Sehat
2025 sangat dibutuhkan peran dari tenaga kesehatan khususnya profesi apoteker.
Sejalan dengan pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2025, serta semakin
kompleksnya upaya pelayanan kesehatan terutama menyangkut terapi obat,
mengharuskan profesi apoteker untuk memberikan perhatian pelayanan
kefarmasiannya ke pasien (patient
oriented) agar kualitas hidup pasien meningkat.
Di Indonesia,
pembangunan di bidang farmasi masih terfokus pada tersedianya obat yang
bermutu, aman, terjaminnya efikasinya, serta terjangkau di masyarakat (drug oriented). Saat ini pasien dan
masyarakat lebih menuntut pada pelayanan kesehatan yang akan mereka peroleh. Karena
seiring berkembangnya ilmu pengetahuan, masyarakat menjadi lebih kritis dalam
menilai pelayanan kesehatan yang mereka terima, sehingga menuntut tenaga
kesehatan untuk selalu melakukan perubahan dan perbaikan yang dapat
meningkatkan kepuasan pasien. Untuk menciptakan pelayanan kesehatan yang
berkualitas, dibutuhkan kolaborasi antar tenaga kesehatan.
Di beberapa
penelitian, dilaporkan bahwa peningkatan interaksi antara dokter dan apoteker
di negara maju telah menghasilkan terapi pengobatan yang lebih aman, efektif,
dan lebih murah. Selain itu, peningkatan pelayanan kefarmasian juga memainkan
peran penting dalam penggunaan obat yang tepat. Ika Puspitasari, M.Si., PhD.,
Apt, salah satu dosen farmasi UGM yang juga bekerja di salah satu rumah sakit
di Yogyakarta memaparkan bahwa kolaborasi antar tenaga kesehatan sangat penting
yang tidak hanya bermanfaat untuk si pasien tetapi juga bermanfaat untuk kerjasama
tim tenaga kesehatan tersebut. Beliau
juga menambahkan bahwa beberapa rumah sakit di Indonesia sedang menerapkan
model Patient Centered Care (PCC) yaitu
pelayanan kesehatan yang terpusat pada pasien.
Pelayanan
kesehatan yang terpusat pada pasien (patient
oriented) perlu diterapkan diberbagai fasilitas kesehatan untuk mendukung
keberhasilan program Indonesia Sehat 2025. Namun dalam kenyataannya, pelayanan
kesehatan yang terfokus pada pasien (patient
oriented) belum banyak diterapkan oleh fasilitas-fasilitas kesehatan Indonesia
dan pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan belum optimal,
khususnya profesi apoteker. Ditambah banyak masyarakat yang masih belum
mengetahui profesi apoteker, karena hanya sebagian kecil apoteker yang
menerapkan patient oriented dan
banyak apoteker yang masih ‘suka’ berada di belakang layar sehingga tidak
bertatap muka dengan pasien secara langsung. Hal tersebut merupakan tantangan
yang harus dihadapi oleh apoteker.
Apoteker harus lebih aktif memperkenalkan profesi
apoteker kepada masyarakat, dan penerapan pelayanan kefarmasian patient oriented lebih ditingkatkan lagi
agar tercapainya Indonesia Sehat 2025. Pemerintah juga harus ikut berperan
serta dalam menerapkan patient oriented di
Indonesia dengan kebijakan yang tepat agar pelayanan kesehatan patient oriented terlaksana dalam sistem
kesehatan nasional. Pelayanan kefarmasian era patient oriented ini, jika terlaksana dalam sistem kesehatan
nasional maka dipastikan akan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
Indonesia, karena kompetensi apoteker menjamin keselamatan pasien dalam hal
penggunaan obat. Masyarakat menaruh harapan besar kepada pemerintah dan tenaga
kesehatan agar bisa memberikan pelayanan kesehatan yang optimal dan maksimal.
Created
by :
Devi Wahyuni, S.Farm - Mahasiswa PSPA
Universitas Islam Indonesia
Post A Comment:
0 comments: