![]() |
Ilustrasi Tribun |
Oleh Puji Rahayu
Mahasiswa
STAINU Temanggung
Perbuatan bullying adalah
perbuaatan buruk yang sangat marak adanya di zaman sekarang. Bukan hanya
anak-anak saja yang sering melakukan perbuatan tidak baik tersebut, melainkan
orang dewasapun terkadang geli ingin
melakukan perbuatan tersebut. Bully bukan hanya di artikan dalam
bentuk pem-bully-an terhadap fisik saja, akan tetapi ucapan yang membuat
tidak nyaman, dan terkesan mengejek, menghina atau merendahkan juga bisa di
kategorikan sebagai kegiatan bullying. Kesenangan yang di peroleh dari
mem-bully teman, adek kelas atau yang lainnya memberikan rasa kebangaan
tersendiri bagi si pem-bully. Bisa jadi diri si pem-bully akan
merasa lebih percaya diri dengan mem-bully, atau merasa lebih gagah. Akan
tetapi di balik kesenangan tersebut, terdapat banyak hal negatif yang di
peroleh dari kegiatan bullying tersebut.
Dari seseorang yang merasa
dirinya di bully, akan banyak sekali dampak yang dirasakan. Seseorang yang menjadi korban bullying lebih
berisiko mengalami berbagai masalah kesehatan, baik secara fisik maupun mental.
Akan tetapi bisa saja hal tersebut menjadi berbalik. Si korban bullying
akan merasa tertekan, terhina dan tidak nyaman dengan keadaan dan akhirnya ia akan
memberontak. Pemberontakan tersebut bisa berupa membalikkan serangan, yaitu
menyakiti seseorang yang pernah membuat dirinya tersakiti bahkan hingga
nyawapun bisa melayang karena emosi. Seperti halnya kasus Rahmadi, warga
kabupaten Banjar yang melakukan pembunuhan dan mutilasi terhadap temannya
sendiri karena tidak terima dirinya sering di panggil dengan sebutan (kotoran
manusia). (Tribunjateng.com)
Komisioner KPAI Bidang Pendidikan juga menjelaskan kasus
pendidikan per tanggal 30 Mei 2018 berjumlah 161 kasus. Rinciannya, yaitu anak
korban tawuran sebanyak 23 kasus (14,3%), anak pelaku tawuran sebanyak 31 kasus
(19,3 %), anak korban kekerasan dan bullying sebanyak 36
kasus (22,4 %). Untuk kasus anak pelaku kekerasan dan bullying sebanyak
41 (25,5%) kasus, dan anak korban kebijakan (pungli), dikeluarkan dari sekolah,
tidak boleh ikut ujian, dan putus sekolah) sebanyak 30 (18,7%) kasus
(SINDONEWS.COM). Begitu besarnya peresentase
kejahatan dalam bentuk bullying, yang pastinya sangat meresahkan
masyarakat.
Kalau kita teliti lebih dalam dampak
yang di sebabkan dari bullying, tidak hanya akan di rasakan oleh
seseorang yang di bully. Melainkan banyak dampak yang akan di derita
oleh si pem-bully, orang yang menyaksikan bullying, maupun instansi/lingkungan
masyarakat yang dijadikan tempat pem-bully-an. Bagi anak atau seseorang
yang mem-bully memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk melakukan
tindak kejahatan. Kejahatan semacam bullying yang terus di pupuk akan
semakin tumbuh besar dan akhirnya akan menjadikan anak sebagai pelaku kriminal.
Bukan hanya itu saja, para pelaku pem-bully-an mereka biasanya adalah
para anggota masyarakat yang dalam bergaulnya memiliki kebebasan yang lebih. Bermula
dari kebebasan bergaul, kemudian banyak sekali dampak negatif yang akan muncul
di dalamnya.
Sebagai anak atau orang yang menyaksikan
adanya pem-bully-an mereka juga dapat turut terkena dampak buruk dari penyaksian
kegiatan bullying. Mereka tidak akan merasakan aman dengan lingkungannya
dikarenakan adanya pihak yang sering melakukan tindak kejahatan tersebut. Dan
merasa was-was, takut ketika suatu saat mereka sendiri yang akan mengalaminya. Dampak
buruknya lagi kegelisahan yang berkepanjangan.
Bagi instansi atau lingkungan yang
sering terjadi adanya bullying pastinya akan terkena dampak juga. Terciptanya rasa tidak aman di
lingkungan tempat pem-bully-an. Kalau di sekolah maka orang akan menilai dan meragukan pendidikan moral di
sekolah tersebut.
Menyetop
Buah Simalakama? Kita harus memakan
Salah Satunya walaupun semuanya membahayakan.
Terkadang kita dihadapkan pada dua situasi yang sama-sama buruk. Sebagai contoh
kasus (1) Kita menjadi korban, atau (2) Kita tidak mau menjadi korban dan
melawannya dengan kekerasan. Kita tidak tahu bagaimana “teori”-nya, tapi ketika
dihadapkan pada dua pilihan yang sama-sama buruk itu, kita pasti akan memilih
yang kedua, yaitu membiarkan diri kita melawan, meskipun dengan cara melakukan
kekerasan.
Peran orang tua sebagai pembimbing,
penguat dan pemberi arahan kepada anak harus memiliki kemampuan menjaga anak
dalam hal fisik maupun psikis. Agar anak terhindar dan dapat menghindari kasus bullying,
bekali anak dengan kemampuan untuk membela dirinya sendiri. Ikut sertakan anak
dalam ekstra kulikuler seperti karate, taekwondo atau silat di sekolahnya.
Mereka akan lebih menghiraukan ketika ada orang lain yang menganggap diri
mereka lemah. Dalam hal psikis berikan arahan kepada anak supaya tumbuh rasa
percaya diri, berani. Dan latih kemampuan analisa sederhana, kemampuan melihat
situasi yang sederhana dan kemampuan menyelesaikan masalah.
Upayakan setelah anak memiliki rasa
percaya diri dan keberanian, anak mempunyai kemampuan sosialisasi yang baik
dengan teman sebaya atau dengan orang yang lebih tua. Agar apa? Supaya nantinya
dia tidak akan dijadikan sasaran bullying. Karena dia memiliki banyak
teman dan komunikasi yang baik.
Dan sebagai orang yang lebih mengetahui
akan tidak baiknya dampak dari bullying, kita harus tau seperti apa
sikap anak atau seseorangg yang melakukan bullying. Telusuri lebih dalam alasan
kenapa dia melakukan motif kejahatan sperti itu. Kemudian baru selaanjutnya
kita bisa eksekusi untuk melakukan perubahan atau pelurusan sikap terhadap
pelaku bullying tersebut.
Post A Comment:
0 comments: