Oleh Joko Yuliyanto
Eboni mempunyai nama latin Diospyros Celebica Bakh, merupakan salah satu jenis kayu dari famili Ebenaceae. Pohon Eboni juga dikenal sebagai kayu hitam karena memiliki teras kayu berwarna hitam dengan garis-garis merah-cokelat. Nama Celebia diambil dari kata Selebes yang berarti Eboni merupakan kayu spesifik (asli) di Sulawesi, Indonesia.
Ada beberapa jenis pohon serupa yang termasuk dalam
klasifikasi kayu Eboni, yakni: Diospyros
Ebeum Koen, Diospyros Macrohylla Bl, Diospyros Pilosanthera Blanco, Diospyros
Ferea Bakh, Diospyros Tolin Bakh, dan Diospyros
Rumphii Bakh. Hampir semua jenis tumbuhan tersebut mudah ditemukan di
berbagai daerah di Indonesia, namun jenis Diospyros
Celebica Bakh memiliki persebaran terbatas, hanya di hutan-hutan Sulawesi.
Pohon Eboni dapat tumbuh mencapai tinggi 40 meter dengan
diameter 1 meter. Mempunyai tajuk berbentuk silindris hingga kerucut dan
percabangannya agak leteral dan kokoh. Sedangkan sistem perakarannya sangat
dalam, luas, dan intensif. Kulit luar berwarna hitam dan mengelupas kecil-kecil
sejalan dengan bertambah umur pohon. Buahnya berdaging dan bunganya berukuran
kecil.
Sifat fenologi Eboni menunjukkan bahwa buahnya sudah matang
secara fisiologi sekitar bulan November dan Desember. Biji Eboni yang sehat
ditandai dengan warnanya yang cokelat kehitaman dan memiliki radikel berwarna
kuning kecokelatan. Karena sifatnya yang rekalsitran, maka biji Eboni tidak
dapat disimpan dalam kurun waktu yang lama.
Eboni dapat tumbuh di berbagai tipe tanah. Di Hutan
Sulawesi, pohon Eboni banyak ditemukan pada daerah yang memiliki curah hujan
lebih dari 1.500 mm. Secara alami tegakan Eboni dapat dijumpai di daerah
pegunungan berbukit yang mencapai ketiggian di atas 400 meter dpl. Pohon Eboni
termasuk jenis pohon semi toleran terhadap cahaya. Suhu udara maksimum pada
musim kemarau berkisar 21,5 hingga 30 derajat celcius. Sedangkan untuk suhu minimun
berkisar 22 hingga 26 derajat celcius.
Saat ini diperkirakan persebaran pohon Eboni paling selatan
berada di wilayah Maros, Sulawesi Selatan, sedangkan bagian utara di daerah
Tomimi dan Toli-Toli, Sulawesi Tengah. Masyarakat suku Bugis mengenal tanaman ini
dengan nama daerah Aju Lotong, sedangkan suku Kaili mengenalnya dengan nama
Moutong.
Biasanya kayu Eboni digunakan sebagai bahan mebel, patung,
hiasan dinding, ukiran, kipas, alat musik, dan kayu lapis mewah. Di Jepang,
sebagai negara utama tujuan ekspor kayu Eboni dianggap bahwa perabotan rumah
tangga yang dengan menggunakan kayu Eboni dapat meningkatkan derajat status
sosial.
Berdasarkan peraturan Departemen Peindustrian dan
Perdagangan SK Menperindag No. 726/MPP/Kep/12/1999 harga patokan kayu eboni ditetapakan
sebesar 6 juta rupiah per tonnya. Sedangkan di kalangan pengumpul kayu Eboni,
harga berkisar 3 sampai 7 juta per meter kubik, tergantung kualitas kayu.
Kelangkaan dan
Pelestarian Pohon Eboni
Saat ini keberadaan pohon Eboni di hutan Sulawesi sudah
mengalami kelangkaan karena penebangan secara ilegal baik secara terorganisir
maupun perorangan. Pertumbuhan Eboni yang sekitar 0,5 – 1 cm per tahun tidak
selaras dengan upaya pelestarian dan konservasi yang dilakukan pemerintah dan
masyarakat pemerhati lingkungan sekitar.
Pada awal 1990-an, Departemen Kehutanan sudah mengeluarkan
Surat Keputusan (SK) No. 950/IV-PPHH/1990 tetnag pelarangan tebang baru
terhadap pohon Eboni, kecuali mendapatkan izin khusus. Namun kenyataannya,
pohon Eboni sering dijadikan incaran aktivitas Ilegal Logging dan penyelundupan. Berdasarkan laporan pemerhati
lingkungan, hingga kini kayu Eboni sering diselendupkan ke Tawau, Sabah, dan
Malaysia melalui daerah pantai barat Sulawesi Tengah.
World Conservation Union (IUCN), mencantumkan pohon Eboni
sebagai kategori vulnerable (VU AL
cd), yang artinya berada pada batas resiko tinggi kepunahan di alam. Estimasi
volume kayu Eboni tersisa di Sulawesi Tengah pada tahun 2003 sekitar 3,16 juta
meter kubik. Dari jumlah tersebut hanya 0,96 juta meter kubik yang relatif aman
dari kasus penebangan liar.
Aktivitas eksploitasi pohon Eboni tanpa diimbangi
pelestarian dapat menyebabkan penipisan keanekaragaman hayati yang pada
akhirnya akan menghilangkan sumber daya genetik dari tanaman Eboni. Perlu upaya
pelestarian secara terpadu mulai dari penanaman bibit hingga pemanfaatan
menjadi barang produksi. Tujuannya untuk meningkatkan nilai ekonomi dan
ekologis sosial budaya pohon Eboni yang sekarang merupakan jenis endemi di
Sulawesi.
Selain itu juga harus ada intervensi dari pemerintah untuk
perlindungan dari pencegahan penebangan liar, termasuk pengendalian perdagangan
internasional melalui CITES. Kemudian menerpakan metode konservasi in-situ dan ex-situ seperti penetapan cagar alam atau taman nasional, menjadikan
tanaman pekarangan, hutan rakyat, hutan kota dan peneduh jalan.
-Penggagas Komunitas Seniman NU. Penulis buku dan naskah drama. Aktif menulis opini di media daring dan luring.
Post A Comment:
0 comments: