LEPASKANLAH DIRIMU
Cepat atau lambat kita harus terlepas dari belenggu-belenggu keluarga
Kita akan menemui kesepian, kepahitan dan kekerasan kehidupan
Tak selamanya, kita hidup dengan keluarga
Kita tidak tahu,
Kapan keluarga:
Ayah, Ibu akan menghadap kepada-Nya
Kita adalah lelaki-lelaki pengembara
Hidup adalah persoalan hidup
Mati adalah persoalan kepada-Nya
Sungguh, kita selalu mengharapkan-Nya
O, Tuhanku Yang Maha Mengetahui
O, Tuhanku Yang Mendengar jeritan-jeritan hati
O, Tuhanku yang mengerti keluh kesah,
Kegalauan-kegalauan yang selalu menghampiri
Kesepian, kesendirian
Kami menghadap kepadaMu
Berdo’a dan Bersujud hanya kepadaMu
(2021)
PEREMPUAN-PEREMPUAN PENGEMBARA
Seperti halnya Ibuku
Ia adalah perempuan pengembara
Mengembarakan setiap daya pikirnya
Ia adalah rumah bagi anak-anaknya
Ia adalah pengembara.
Sungguh!!!
Siang dan malam. Letih, lelah, susah, sedih sudah menjadi makanan
Dikala malam,
Matanya seperti rembulan
yang memancarkan ketenangan
dan bintang-bintang
serupa hati yang berkedip
Dikala siang mencekap,
Bentang langit biru
Seperti lapang dadanya nan luas
Bicaranya, hatinya, pikirannya
Meneduhkan hati bagi anak-anaknya
(2021)
HARI-HARI KERJA
Setelah minggu. Hari-hari kerja menyapa
Senin, Selasa dan sebagainya
Bagi pekerja kantor
Minggu adalah obat pelerai pikiran-pikiran yang sibuk
Dan, Senin, Selasa dan sebagianya adalah kekasih.
Kekasih yang selalu rewel. Stress selalu mengambang di permukaan
Bagi penyair. Semua hari adalah kata kerja
Hal yang paling mencekap
Adalah memuisikan kesenderian, kesunyian dan kepahitan hidup
(2021)
DI SEPANJANG LORONG
Di gedung,
di sepanjang lorong,
Aku mendengar bunyi orang berjalan,
dengan nada gelisah
Semua orang sibuk dengan urusannya sendiri
Ada yang sibuk
berpura-pura membuka ponselnya
Ada yang sibuk
berpura-pura berbicara dengan kekasihnya
Ada yang sibuk
dengan kesendirian yang setiap saat mencekap
Ada yang sibuk
berpura-pura menulis puisi
untuk mengeja kekasihnya, kesendirian hingga kematian
(2021)
AKU INGIN MENGEJA MATAMU
Dikala malam yang sepi
Aku tak ingin menjadi kantuk di malam-malammu
Aku ingin mengeja matamu, hingga rambutmu
Aku ingin membelai sehelai demi sehelai rambutmu yang masih hitam
Aku ingin menjadi peneduh, dikala sedih
Aku ingin mengeja matamu
Cahaya yang berkedip
Akanku tafsirkan menjadi puisi-puisi
Puisi penuh kata, penuh makna, hingga penuh cinta
Aku ingin mengeja matamu:
Berkedip. Seperti kunang-kunang berkedip di malam. Indah!!!
Indah. Seperti bunga yang mekar di tamanmu.
Tamanmu yang memberikan kasih
(2021)
BIODATA
Saya adalah Ilham Wiji Pradana. Lahir di Pati, 7 Maret 1999. Sekarang saya masih menempuh pendidikan di salah satu perguruan tinggi di IAIN Kudus. Memang menulis adalah pekerjaan yang saya gemari sejak duduk di bangku SMP.
Ig: ilham-wiji. Untuk beberapa tulisan saya sudah pernah di muat di majalah kampus dan Koran local di Pati sendiri.
Post A Comment:
0 comments: